Gak Terima Ortunya

Saya caci maki dia tadi.

Langganan kena marah saya, beneran, kandani ooqq.

Terus ibunya gak terima. Masak guru agama gini sih karakternya. Jangan-jangan guru diniyah cabul, kata bapake yang anggota baret biru.

Juga kalau kamu takut, lemah, guru mu itu makin seneng dia. Kata baret itu.

Untung bukan bapaknya yang disini. Kata wali murid.

Jadilah tadi ruang guru sama ks lembaga. Sama satu orang guru kelas 3. Kedua perempuan. Saya cuma sendirian laki-laki di sana.

Memang saya katain, bentak, caci maki lah atau kata ibunya pake kata bullying.

Lama, sampek jam 14:20 WIB katakanlah.

Saya sih itu cuma dengerin awal-awal. Trus diujung waktu saya bicara soal pengadaan buku pelajaran.

Cuma itu yang saya katakan. Masih banyak harusnya tapi situasi itu gak bisa saya keluarkan semua unek-unek nya selama kurang dari setahun belakang ini.

Yang bisa ya cuma masalah "kitab kecil" itu.

Itu versi saya kalau mandang.

Kalau ks mandangnya ke individu masing-masing. Merasa bersalah nggak. Diulangin lagi gak kalau kata ibu wali muridnya.

Kalau diulangin konsekuensinya apa, hitam di atas putih. Udah nelpon kabid dinas kabupaten setempat. Tapi, masih dirundingkan dulu sama kita ini di ruang guru tadi.

Akhirnya ks yang berkali-kali mboten usah sampai hitam diatas putih. Komitmen individu diulangin gak.

Trus suruh minta maaf ke wali murid, ke muridnya, saling minta maaf.

Tapi ngerasain yang barusan dari segi anak muda yang egonya begitu besar, kurang puas. Gak legoooo. Emosinya masih ketahan belum terungkap. Gak enak rasanya.

Heeeee... Kalau aku masuk penjara gimana?

Memang seberani itu diriku ini..

Kayak adrenalin nya meningkatk tapi gak abis-abis kalau belum ngerasain itu.

Kecuali nanti ada titik balik, timbal balik yang merubah watak, atau khayalan, atau intrutive through (pikiran kecil yang liar)