PEMILIK DUA CAHAYA (1)
PEMILIK DUA CAHAYA (1)
Dzu an-nuroini. Pemilik dua cahaya, adalah julukan yang disematkan kepada sahabat Utsman bin Affan r.a karena mempersunting dua putri Rasulullah. Tapi bukan sejarah ini yang akan saya tulis, yang akan saya tulis adalah kedua "Nur" yang dulu pernah saya kenal di Madrasatul Quran(MQ), walaupun sebenarnya nama Nur ini, mungkin setiap tahun ada nama itu di kalangan santri baru yang masuk di pondok. Beliau berdua adalah Alm KH. Nur Rachman dan Ust. Ahmad Nur Qomari , untuk nama yang kedua, saya sudah memohon izin kepada beliau untuk berkenan saya tulis disini.
KH. Nur Rachman, atau biasa dulu saya panggil cak Nur. Kebetulan saya dulu sekamar dengan beliau ,memang dulu di kamar "cak" adalah panggilan kepada senior. Jadi panggilan itu memang terdengar biasa jika didengar oleh warga surabaya, namun di MQ, panggilan itu memiliki nilai "penghormatan" kepada yang lebih tua. Beliau juga oleh teman sejawatnya, dipanggil juga Mbah Nur.
Di kamar, beliau adalah sosok yang paling (dan sangat) disegani warga kamar. Bagaimana tidak, kebiasaan memutar musik keras-keras di jumat pagi, seketika berhenti atau dikecilkan volumenya jika beliau sudah masuk ke dalam kamar. Apakah karena beliau memarahi? Sama sekali tidak. Beliau hanya menghampiri santri yang memutar musik, dan dengan lembut berkata, " Kang, ojo banter-banter..." Dengan mimik muka yang lembut tanpa emosi sama sekali, indah bukan?.
Masih teringat jelas, beliau (alm) sering memakai bantal "khusus" untuk tidur. Terbuat dari kayu yang tengahnya di krowak (kikis), yang bahkan dulu saya kira itu pentungan, karena memang ada pegangannya, eh ternyata itu bantal yang sering dipakai beliau untuk tidur. Keras, dan saya jamin, jika tidak terbiasa, anda bukan malah tidur, tapi malah sakit semua kepalanya. Tidurnya beliau sangat larut, karena datang di kamar pun ketika para penghuni sudah tertidur, namun walau begitu, beliau, yang pertama bangun untuk menuju masjid.
Ciri khas beliau adalah mengajinya. Mungkin saya sering mendengar asatidz yang mengajinya pelan dan tartil, namun untuk beliau beda. Suara beliau seakan menikmati huruf demi huruf, harokat demi harokat yang terbaca. Hampir nyaris selama di pondok, saya tidak pernah mendengar beliau mengaji dengan hadr (tempo yang cepat).
Di kamar, beliau sering menunaikan shalat sunnah, entah itu dhuha ataupun tahajjud. Dan sudah pemandangan biasa, beliau tertidur sambil duduk setelahnya. Maka lengkaplah sudah perjalanan hidup beliau, ketika takziyah dulu, saya mendapati cerita bahwa beliau dipanggil Alloh SWT setelah beliau menunaikan sholat malam. Seseorang, akan dimatikan dengan kebiasaannya. Allohummagfirlahuu.
Untuk "nur" yang kedua, semoga masih bisa saya sambung di kesempatan yang lain.
Doa saya, kedua "nur" ini, mampu menginspirasi mereka yang benar-benar ingin menjadi hafidz quran yang lafdhan, ma'nan wa 'amalan.
Penulis : Cak Akhi Fadli Ilmi (Munzalan Mubaroka Dua)
Klik disini jika ingin melihat original post di Facebook Madrasatul Qur'an Tebuireng
Komentar
Posting Komentar
Jagalah Ketikanmu Dengan Menulis Secara Bijaksana!!